Lampu Lalu Lintas Made In Kawung 1
Lampu lalu lintas
biasanya kita temui di pertigaan, perempatan, dan penyebrangan jalan. Kali ini,
kita bisa menemuinya di SMP Kawung 1, hanya saja yang ini adalah tiruannya.
Pada ujian praktik
tahun ini, Serly selaku guru fisika coba menghadirkan itu. selain alasan sudah
agenda sekolah, ibu empat anak itu juga ingin siswanya memanfaatkan limbah
bekas yang sering mereka jumpai.
Alat dan bahan untuk
membuat satu tiruan lampu lalu lintas itu antara lain, kardus, tutup botol, plastik,
solasi, lem, lampu, kabel, baterai, dan solder. “Yang paling susah mungkin
adalah solder. Banyak siswa yang tidak memunyai dan kurang bisa menggunakannya.
Tetapi itu sebenarnya hanya untuk membantu merekatkan kabel saja. Kalau mau
kreatif dan ulet, tidak perlu solder juga bisa. Tinggal dililitkan dengan kuat
saja,” terang Serly
Pembuatan lampu lalu
lintas tiruan ini dipilih karena dirasa
cocok dengan materi ajar di kelas 9, yakni listrik dinamis dan juga sangat
cocok sebagai implementasi kurikulum K13.
Saat menunjukkan
hasil kerja siswa-siswanya, guru lulusan Unesa 2008 itu merasa sangat bangga
dan puas. “Jika dilihat dari kualitas siswa dalam kesehariannya, hasilnya
sangat memuaskan sekali. Memang, ada beberapa yang gagal nyala. Kemungkinan
yang gagal nyala itu karena tidak disolder.”
Dalam proses
pendampingannya sendiri, guru yang memunyai nama lengkap Serly Meinar Paramita,
S.Pd menyarankan siswanya melihat youtube. Saat di kelas, Serly hanya
menjelaskan rangkaian arus listrik dinamis itu sendiri. Mulai dari baterai, sakelar,
lampu sampai penyolderan. Selebihnya, siswanya disarankan melihat youtube.
“Tutorial di youtube lebih lengkap dan enak. Audio visualnya lebih mendukung
dan modern,” tandasnya.
Proses pengerjaannya
sendiri para siswa diberi waktu 2X pertemuan. “Dalam proses itu, siswa terlihat
sangat kompak dan kreatif,” kata Serly. Mereka tinggal membentuk kardus menjadi
balok, kemudian diberi lubang tiga, dan di dalam balok itu, mereka tinggal
memasang rangkaian listrik dinamis itu. “Mungkin yang sedikit repot adalah
penyolderan itu sendiri. ada beberapa siswa yang memilih menyoldernya di
rumah,” tambahnya.
“Tidak ada kendala
yang serius. Semua mengumpulkan tepat waktu. Walaupun masih banyak kurangnya di
sana-sini, saya sangat mengapresiasi. Banyak yang berhasil kok, setidaknya
nyala,” kata Sherli sambil tertawa.
Mengenai harapan ke
depannya, guru yang juga bagian kurikulum itu mengatakan, “Semoga dengan ini
anak-anaknya bisa mulai memanfaatkan limbah di sekitarnya. Minimal kardus dan
botol plastik. Selain itu, semoga kedepannya mereka bisa mengembangkannya
sehingga menjadi produk yang bernilai ekonomis.”
Komentar
Posting Komentar