Kain Kafan Sebagai Media Gambar


Surabaya (11/2/19), ada nuansa yang berbeda di mading SMP Kawung 1 Surabaya. Biasanya, mading hanya berisi artikel bahasa, berita sekolah, atau teks-teks lainnya. Kali ini papan berukuran 3x1,5m itu dipenuhi kain kafan bergambar.
Di tangan Budi Agus Jatmiko, hal yang terkesan mistis itu berubah jadi hal yang bernilai seni. Kain kafan yang biasanya digunakan oleh kebanyakan orang sebagai pembungkus mayat, kali ini coba dialihfungsikan.
Di awal semester genap (ajaran 2018/2019) ini, guru seni budaya itu mencoba menggunakan kain kafan sebagai bahan ajarnya. Kata guru yang suka dangdut itu, menjadikan kain kafan sebagai media sangat tepat dengan kompetensi dasar semester ini. Di semester ini ada kompetensi dasar ragam hias textile dan kayu, tuturnya.
Hasil karya para siswa
Kain kafan dipilih karena sifat kainnya yang murah dan mudah didapatkan. Serta warnanya yang putih membuatnya lebih mudah untuk digambar. Dalam penjelasannya saat jam istirahat, bapak dua anak tersebut menjelaskan perbedaan kain mori dan kain kafan. “Banyak orang yang salah dalam memahami itu,” terangnya. “Kain mori lebih memiliki serat yang bagus dan padat. Tetapi, kain kafan tidak,” imbuhnya.
Guru kelahiran Surabaya itu dalam hal ini melibatkan seluruh siswa kelas IX. Guru tersebut memberi tugas menggambar selama seminggu kepada mereka. Hanya bermodal alat lukis sederhana dan cat aga, 90 siswa berhasil menyelesaikan tugas gambarnya dengan maksimal. “Untuk menyelesaikan satu desain, kemampuan dan kedisiplinan siswa sangat menentukan. Asal tidak banyak bicara, biasanya 3jam pelajaran sudah selesai,” terang Pak Agus sambil tertawa.
Dalam proses pengerjaannya, tidak ada bedanya dengan media buku gambar, kanvas, atau media lainnya. “Siswa hanya perlu menggambar dan mewarnai. Ini hanya masalah inovasi dan pengembangan saja,” tandas Pak Budi.
“Dalam prosesnya, tidak ada kendala yang serius, mengingat tenggat waktu yang diberikan lebih dari cukup,” tutur Pak Budi. Siswa awalnya melakukan design atau sketsa menggunakan pensil. Setelah itu, dengan bantuan kuas, sketsa itu diwarnai menggunakan cat. Lalu dikeringkan di bawah sinar matahari.
Saat menunjukkan hasil tugas siswa-siswanya, dengan bangga Pak Budi mengatakan, “Siswa-siswanya sangat berbakat. Hasilnya sangat memuaskan. Semoga ini bisa menginspirasi guru-guru yang lain untuk lebih inovatif dalam memilih bahan ajar.” Mulai dari gambar doraemon sampai gambar-gambar bersifat slogan dan kekinian, semuanya terpampang dengan bagus di mading sekolah. “Ini bentuk apresiasi yang nyata,” terang Dian Siska selaku guru Biologi saat melihatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unsur Intrinsik dalam Ludruk

Perbedaan Lazim dan Wajib

Alih Wahana Dari Puisi “Bandara Internasional Abu Dhabi” Menjadi Cerpen “Sorot Mata Syaila”