Diperlukan Sastra Bandingan dalam "Pledoi Becakan" Mahdi Omdewo
Karya sastra merupakan salah satu
contoh produk kreatifitas yang sifatnya personal. Sekalipun sifatnya yang
personal, bukan berarti membandingkan karya sastra menjadi hal yang tabu, yang
tidak bisa dihadirkan. Di dalam karya sastra, terdapat suatu kompleksitas yang
indah. Aspek besar disiplin ilmu mulai dari sosial, budaya, linguistik, sains,
maupun religi, bisa dijadikan unsur pembangun dalam karya sastra. Itu aspek
yang besar dan manarik untuk dikaji. Keluasan aspek tersebut lantas apakah bisa
diperbandingan satu sama lain? Jawabannya bisa.
Dalam kajian sastra mutakhir, ada
bidang teoritis yang mendukung hal itu. Sastra Bandingan bisa menjadi hal utama
dalam wadah eksplorasi hal tersebut. Sastra Bandingan adalah suatu studi untuk
membandingkan sastra dengan sastra, atau sastra dengan bidang lain. Penelitian sastra
bandingan mungkin belum terlalu popular jika dibandingkan dengan penelitian
sastra lainnya, seperti kritik sastra atau sosiologi sastra. Hal ini dikarenakan,
seperti yang dikatakan Damono, “Pada hakikatnya setiap penelitian menggunakan
langkah membanding-bandingkan. Sebab, hanya dengan langkah ini kita bisa sampai
pada pemahaman suatu masalah”. Penelitian sastra bandingan berangkat
dari asumsi bahwa karya sastra tidak mungkin terlepas dari karya-karya yang
telah ditulis sebelumnya. Interteks menjadi pionir utama alat bedahnya.
Tujuan dari sastra bandingan itu
sendiri pertama, untuk mencari pengaruh seberapa besar pengaruh yang
ditimbulkan oleh suatu karya sastra; kedua, untuk mencari induk dari
karya-karya itu; ketiga, yakni mencari persamaan dan perbedaan dari objek yang
dibandingkan. Kebanyakan penelitian sastra bandingan berorientasi pada tujuan
yang pertama dan ketiga. Sebab, kedua tujuan tersebut sangat memungkinkan dan
menghasilkan kajian yang baik.
Ilustrasi perbandingan |
Dikutip dari Clements, Damono, 2005;
111), jika kamu ingin melakukan penelitian sastra bandingan, berikut ini ada
beberapa pendekatan yang bisa dilakukan. Pertama, tema/ mitos. Pendekatan inilah
yang sering digunakan dalam sastra bandingan. Kita dapat membandingkan dua
karya yang memunyai tema sama (intrinsik). Kita bisa memulai dari mencari persamaan dan
perbedaan unsur-unsur formal seperti penokohan, pelataran, dan pengaluran.
Kedua, genre. Dalam hal ini,
kita dapat membandingkan dua buah karya yang memunyai genre sama. Damono (2005:
113) mencontohkan dengan membandingkan cerita detektif. Hal yang dapat
dibandingkan misalnya alur, jenis kejahatan, dan latar yang digunakan dalam
cerita.
Ketiga, gerakan/zaman. Setiap gerakan/zaman
mempunyai ciri tertentu yang dapat dibandingkan. Kita dapat membandingkan dua
karya yagn berbeda dari zaman yang sama atau beda. Misalnya membandingkan
karya-karya beraliran romantisisme dsb. Damono (2005: 114-115) menyatakan bahwa
pendekatan yang ketiga ini bermanfaat untuk menyusun sejarah sastra.
Keempat, sastra dan bidang seni serta
disiplin lain. Dalam hal ini, kita bisa membandingkan karya sastra
dengan teori. Damono (2005, 116) mencontohkannya dengan membandingkan novel Para Priyayi (Umay Kayam) dan telaah
antropologi Religion of Java
(Clifford Geertz).
Kelima, sastra sebagai bahan
pengembangan teori. Di antara yang lain, pendekatan ini yang paling sulit. Sebab,
menuntut peneliti untuk menguasai suatu teori dalam bidang sastra. Damono
(2005: 117) mencontohkannya dengan membandingkan teori resepsi dan tanggapan
pembaca terhadap suatu karya. Misalnya, Ramayana dan Mahabarata, yang
ditanggapi berbeda-beda oleh pembaca dari berbagai Negara yang mempunyai
kebudayaan berbeda.
Berdasarkan pengertian kelima
pendekatan di atas, antologi puisi Mahdi Omdewo Pledoi Becakan bisa kita analisis dengan pendekatan yang ketiga,
yakni gerakan/zaman atau yang pertama, tema/mitos. Dalam antologi
puisi tersebut, Mahdi menulis 99 puisi yang mengabstrakkan sudut-sudut kota
Surabaya. Hampir semua puisi ditulis antara tahun 2004-2005. Sedangkan, pada
acara diskusi “Surabaya di Mata Tukang Becak” yang digelar Majelis Sastra Urban
(MSU), 25/1/19, mendiskusikan antologi puisi tersebut. Dalam hal itu, terdapat
kesenjangan waktu yang lumayan jauh (hampir 15 tahun). Justru permasalahan
terletak di situ. Jika perbandingan tidak dilakukan, hasil kajiannya hanya akan
berupa nostalgia dan kenangan.
Menilik perkembangan kota Surabaya yang
begitu cepat dan pesat, menurut saya, hasil diskusi itu akan menarik bila ada
perbandingan karya sastra di sana. Yang paling mudah dilakukan untuk hal itu
adalah membandingkan puisi dengan puisi. Seperti yang terjadi pada masa awal
sastra bandingan ini hadir, membandingkan karya sastra dengan karya sastra.
Mahdi seharusnya menghadirkan puisi
baru (titik mangsa 2019) dengan konsep yang sama (yakni tempat dan masalah
Surabaya, bukan isi). Dalam penghadiran baru tersebut, pasti akan ditemukan
adanya suatu proses perkembangan, baik dari tata ruang, tempat, suasana,
ataupun masalahnya. Pembaca akan mendapatkan potret perjalanan kota Surabaya
(2004 : 2019) beserta tetek bengeknya,
tentunya dalam perspektif Mahdi. Rentan waktu itu cukup memberikan perbedaan
yang mencolok dan mendasar, mengingat Surabaya adalah salah satu kota metropolitan.
Ditambah lagi, yang menghadirkan dan memotretkan hal itu adalah Mahdi Omdewo
(tukang becak). Pembaca akan melihat sudut pandang dari wilayah yang paling
bawah dan dasar. Hal itu bisa menimbulkan daya kritis dan analisis kemanusiaan
tersendiri (dalam pembahasan lain).
Untuk lebih singkatnya, dari perbandingan
itu, diskusi akan menghasilkan suatu informasi mengenai perkembangan,
perubahan, dan pergeseran suatu kota Metropolitan. Tujuan sastra bandingan tentang
pengaruh, persamaan, dan perbedaan akan tercapai dengan sendirinya. Selain penting
sebagai khasanah pengetahuan, hal itu akan membuat dan menciptakan suasana
nostalgia. Walaupun perbedaan dalam hal ini adalah suatu kenicayaan. Tetapi, membandingkan
puisi Mahdi Omdewo sangat menarik untuk dicoba sebagai bentuk pembaharuan
kreatifitas.
Daftar pustaka
Damono,
Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
tulisan bagus. sangat mencerahkan. memberi motivasi pembaca utk menulis kajian lebih mendalam.
BalasHapus