Diperkosa Wanita




Keadaanku sudah di ujung penat. Pundak ini terasa tertindih beban berat. Hari ini sungguh melelahkan bagiku. Pekerjaan tiada henti berdatangan, ini tidak seperti biasanya. Mungkin ini akan berlangsung selama 3 hari ke depan. Hal itu dikarenakan teman kerjaku satu-satunya sedang izin tidak masuk kerja untuk mengurusi acara pernikahannya. Sebuah keadaan yang sangat bahagia, tetapi tidak dengan diriku yang harus menghandle pekerjaannya.
Aku lihat jam dinding itu, bentuknya mulai terlihat sedikit samar, dan ternyata waktu sudah cukup larut. Mataku yang dari tari beradu dengan layar komputer sudah cukup memberi efek pusing pada kepala ini. Sorot lampu komputer yang dari tadi pagi diserap mataku dengan telanjang membuat semua itu sudah sewajarnya. Aku sudah lelah. Tanpa berpikir panjang aku langsung closedata pekerjaanku, aku ingin segera pulang. Kantor ini sudah sepi tiada penghuni selain aku dan cicak-cicak yang merambat di dinding. Ditambah lagi suasana hening yang mencekam. Aku tekan tombol shut down, aku tunggu beberapa detik sampai komputer ini benar-benar mati. Aku berkemas. Semua sudah rapi, akupun berdiri sambil meregangkan otot dan tulang punggungku yang dari tadi sudah menjerit. Hari yang sungguh melelahkan.
Ketika berjalan menuju lobi bawah, aku teringat bahwa hari ini aku tidak membawa motor. Kondisi penat ini seketika langsung berkuadrat. Sambil berjalan pelan aku menggeleng diantara kesunyian. Sebuah keadaan yang sulit untuk dihindari. Aku tengok selulerku, ternyata ia sudah tidak menyala, baterainya sudah habis. Aku juga baru ingat bahwa selepas manghrib tadi seluler ini sudah sekarat. Pekerjaan yang begitu menumpuk yang membuat ponsel itu tercampakkan. Kalau saja masih hidup mungkin bisa digunakan untuk menelpon salah satu teman minta dijemput, tetapi apadaya, ponsel itu tidak bisa berbuat banyak juga, dan itu memaksa aku untuk naik angkot malam ini.
Langkah ini berjalan ke luar beriringan dengan penyesalan. Terlihat seperti biasa ada dua satpam yang sedang bertugas jaga. Tak kusangka semangatnya masih terjaga, bertolak belakang dengan keadaanku.Hal itu terlihat dari matanya yang masih berbinar terang, tidak seperti dua bola mata ini yang sudah cukup sayup berat. Aku lewat di depannya, ia menyapaku dengan senyum, tetapi kali ini senyumannya tidak menyelesaikan masalah. Mungkin aku bisa meminjam ponselnya, tetapi percuma, aku tidak hafal nomor temanku maupun saudaraku. Kali ini hanya bisa membalas senyuman itu dengan balasan senyuman kecil.
Aku pun berjalan ke seberang jalan yang sudah terlihat sepi itu. Semoga segera ada angkutan umum yang lewat. Tubuh ini sudah benar-benar lelah. Angin malam semakin menusuk tulang-tulang yang sudah kram ini. Segera pergi ke lautan mimpi adalah alternatif terbaik untuk segera dijalani. Kegelisahan mulai datang menggelayuti. Hampir sepuluh menit tak kunjung terlihat jemputan supir angkot. Aku semakin lesu dan kakiku juga mulai merasa lelah. Aku pun duduk di tepi trotoar. kukeluarkan sebungkus rokok dan kuambil sebatang tembakau dari dalamnya. Mungkin hal seperti ini yang akan sedikit bisa menghiburku. Setiap lapis hisapan dalam tembakaunya membuat suasana menjadi sedikit tenang. Kesunyian benar-benar terasa nikmat bila diringi oleh barang yang dilarang keras oleh golongan dokter.
Suasana jalanan itu sungguh sepi, tidak banyak kendaraan yang lewat. Hanya sorot lampu jalan yang terlihat terang benderang. Warung-warung sudah tidak menampakkan diri. Perlahan diri ini semakin cemas, ini bukan kali pertama aku pulang dalam keadaan seperti ini. Tanda-tanda kehadiran pak supir tak kunjung terlihat. Hanya kelelawar yang dari tadi datang beterbangan. Tembakau semakin menarik dan menyeret dunia nyataku. Aku benar-benar larut dalam kesunyian. Tiba-tiba dari dalam gang yang tidak terlalu jauh dari tempatku duduk, keluar seorang wanita dengan dandanan yang khas. Apa ini yang dinamakan kunang-kunang malam? Pikirku sepintas. Hal itu cukup menarik perhatian jiwa lelakiku. Mata ini sedang curi-curi pandang. Kuperhatikan gerak-geriknya, nampaknya ia seperti diriku yang sedang menunggu jemputan. Melihat wanita bermodel seperti itu, aku jadi teringat bahwa tempat ini dulunya adalah lokalisasi sebelum pemkot menutupnya.Jadi tidak heran bila masih ada mahkluk seperti kunang-kunang di tempat ini. Namanya juga bekas, sampai kapanpun akan membekas.  Aku terus lanjutkan hisapan rokokku. Setiap inci lapisan tembakaunya harus aku nikmati dengan sungguh mengingat pak supir tak kunjung juga terlihat. Aroma dan gemerlap cahaya kunang-kunang itu ternyata belum cukup menarik minatku, aku rasa tubuhku sudah lelah, hanya satu inginku: pulang dan tidur.
Di tengah hisapan tembakau, aku melihat pandangan wanita itu terarah padaku. Bola mata itu terlihat dengan jelas karena letaknya yang memang tidak terlalu jauh dari trotoar tempatku duduk. Rasa penat yang belum terobati langsung berubah menjadi perasaan bingung dan risih, tatapannya benar-benar tajam dan fokus. Aku tidak tahu maksudnya apa, yang jelas pandangan itu jelas diarahkan padaku. Mungkin kunang-kunang itu mencoba menggoda jiwa lelakiku dengan gemerlap cahayanya. Hisapan tembakau ini semakin kupercepat. Aku memang lelaki, tetapi tetap saja aku merasa risih dengan pandangan semacam itu.
Aku lihat ke arah yang agak jauh, tetap saja belum ada tanda-tanda mobil angkot akan datang. Aku ingin segera meninggalkan tempat ini, aku benar-benar risih dengan pandangan wanita itu. Detak jantung ini semakin tak karuan, selain akibat dari tembakau ini, lambaian tangan wanita itu yang mengakibatkannya. Benar, kali ini bukan hanya pandangannya, lambaian tangannya juga disematkan padaku. Jantungku berdetak seperti tabuhan genderang perang. Pikiran ini semakin dibuatnya kemana-mana. Aku tidak bisa tenang dan fokus atas sikap wanita itu. Aku hanya bisa menunduk. Saat aku melihatnya dalam lirikan, gesturnya semakin menjadi-jadi. Aku sungguh tidak tahu maksud wanita itu. Bahasa tubuhnya benar-benar terasa memanggil. Pikiran nakal yang sudah menjadi naluri manusiacoba kunang-kunang itu sulut. Walau masih stadium rendah, tetapi ini tanda bahaya, harus segera diatasi. Dalam benakku, selain ingin segera pulang dan bermimpi, aku juga berharap wanita itu segera dapat jemputan dari seseorang agar ia segera pergi dari pandanganku.
Tanpa tersadar, waktu sudah membawa pikiran ini terbang kemana-mana. Sungguh lemah diri ini. Jangan salahkan kucing saat kau meletakkan ikan segar disampingnya duduk. Senyum, tatapan mata, dan lambaian tangan seorang wanita yang mensugesti pikiran dan naluri seorang pria. Ia sungguh seksi dan cantik, lekuk tubuhnya menggugah selera. Ini nyata, hal itu benar apa adanya. Apa manusia bisa menghindari kenyataannya? Bila bisa mungkin akan segera aku lakukan. Sepintas naluri lelakiku bangkit, ia ingin mendekat dan bertanya perihal kunang-kunang dan cahayanya. Dalam dimensi pikiran nakalku, aku ingin menyelami dan menjamahnya. Diri ini dibuatnya gemetar hebat. Pikiran yang singgah terus bergejolak dan bertengkar. Mungkin dua malaikat sedang beradu argumen dalam pikiran ini. Aku kembali lanjutkan hisapan rokoku. Disela hisapan tembakau, pandangan nakal ini mulai mencoba berani keluar. Kunang-kunang itu pun semakin berkilau, namun tetap saja keberanian ini belum utuh. Dalam sea-sela rayuan setan, mungkin bidadari sedang mencoba menahanku. Aku sadar bahwa aku adalah manusia bernafsu yang masih ingat batasan dan aturan.
Sorot lampu itu mengubah segalanya. Itu sorot mobil angkutan yang dari tadi aku tunggu. Aku matikan rokokku. Sorot lampu itu semakin mendekat dan semakin jelas, tidak salah lagi, Tuhan sudah menurunkan pertolongannya. Aku lega, akhirnya bidadari cinta menyelamatkanku. Aku lambaikan tanganku. Angkot itupun berhenti persis di depanku. Kosong, tidak ada penumpang selain pak supir dengan topinya. Tanpa banyak pertimbangan aku langsung masuk ke dalam angkot itu. Perasaanku benar-benar lega. Setidaknya aku terbebas dari rayuan wanita itu.
Baru beberapa meter dari pemberhentiannya, mobil itu kembali berhenti. Ternyata lambaian tangan wanita itu yang memberhentikannya. Jantung ini dibuatnya sedikit tersentak. Ternyata wanita itu dari tadi juga sedang  menunggu jemputan angkot, bukan jemputan lelaki pemuas nafsu seperti logikaku tadi. Walaupun aku tidak tahu pasti apa benar ia sedang menunggu jemputan angkot, yang jelas saat ingat tingkah lakunya tadi, aku langsung dibuat bingung untuk yang kedua kalinya. Mungkin kali ini akan lebih menantang. Bukan lagi dalam hitungan meter, ini benar-benar dekat. Cahaya itu masuk ke dalam angkot yang temaram. “Deg... deg... deg...” Frekuendi jantung ini sudah di atas batas kewajaran. Grogi, itu yang terasa sekarang. Wanita ini benar-benar telah membuat aku diam seribu bahasa. Bukan hanya bibir yang tak bisa berucap, gerak pun seakan langsung terbatasi. Aku hanya bisa menelan ludah dalam-dalam saat wanita itu memilih duduk persis di sebelahku. Membeku dan membatu. Ini yang sedang terjadi. Walaupun pijar cahayanya masih sopan, tetapi tetap saja ketenangan belum seutuhnya aku rasa. Setan kembali datang dengan argumennya. Ia datang di antara wewangian yang kunang-kunang itu kenakan, menyengat dengan jelas di indera penciuman. Aku semakin tidak berdaya saat aku mencoba meliriknya, ternyata benar dugaanku, pandangannya sudah stand byke arahku. Sungguh jelas, itu tidak bohong. Sebagai seorang lelaki yang memiliki naluri, aku sudah mempersiapkan langkah jitu seandainya wanita itu bertindak lebih dari pandangan mata. Akal sehat ini terus berpikir secara sistematis.
Angkot itu berjalan sangat pelan, mungkin pak supir sedang berharap dapat mengangkut penumpang lagi, begitupun dengan harapanku. Tetap saja tida dapat dipungkiri, di dalam angkot selalu saja ada goyangan lirih. Tidak adanya tahanan atau sandaran dan juga pak supir yang selalu memainkan gas-remnya yang mengakibatkan itu terjadi. Hal itulah yang membuat tubuh sexy itu bersenggolan dengan tubuh yang dari tadi membatu. Aku semakin tidak kuasa saat wanita itu menikmati dengan senyuman dan tawa kecilnya. Mungkin ia menangkap dengan jelas kecanggungan ini. Aku adalah lelaki, tetapi tetap saja, di dalam kehidupan yang lebih berani yang akan menciutkan nyali. Dan itu yang sekarang sedang terjadi.
Wanita telah mampu membuat tekanan batin dan nafsu dalam jiwa seorang lelaki. Ia seakan memancing naluri semua lelaki untuk memangsa, tetapi aku masih lelaki yang mengetahui batas dan aturan. Ia terlihat nyaman dengan suasana ini, tetapi tidak denganku yang ingin segera turun. Walaupun dari tadi ia sudah sangat bersemangat, tetapi aku berkeyakinan bahwa wanita itu tidak akan bertindak lebih dari ini karena aku lelaki.
Angkot itu berhenti di depan sebuah mal, ini memang rute yang biasa dilalui. Aku berharap akan ada orang lain yang naik angkot ini. Karena hanya itu yang bisa membantu. Belum lama berhenti, tiba-tiba sekawanan perempuan dengan baju putih dan rok hitam menyerbu angkot ini. “Rasakan sensasinya...” Sekawanan perempuan itu langsung masuk satu persatu ke dalam angkot. Seketika angkot itu langsung sesak dan penuh. Tanpa basa-basi angkot itu langsung jalan. Hanya aku penumpang laki-laki dalam angkot itu. Wajah lusuh ini langsung basah dengan keringat dingin. Sekujur tubuh dibuat merinding lirih. Ini fenomena yang sangat langkah. Tak peduli kau perkasa atau tidak. Dalam situasi seperti ini kau akan jatuh gelimpangan tak berdaya. Kepala ini hanya bisa menunduk. Aku semakin membisu dan membatu. Bila tahu akhirnya seperti ini mungkin tidak ada penumpang lain itu lebih baik. Wanita seksi yang dari tadi menggodaku kini lebih leluasa berdekatan denganku. Jaraknya sudah bukan lagi dalam hitungan jengkal, melainkan sudah sangat dekat nyaris menempel. Gestur tubuhnya masih tetap tidak berubah, masih dengan pandangan manjanya. Keadaannya benar-benar semakin parah. Kini aku diapit dan dikelilingi oleh para wanita muda dan satu gadis seksi yang cantik. Malam yang aneh sekaligus indah untuk dilalui.

Walaupun hanya bisa menunduk, sesekali kuperhatikan satu-persatu wanita yang ada di dalam angkot. Kebanyakan dari wanita ini adalah sekelompok remaja yang baru lulus sekolah dan sedang menjalani pekerjaan pertamanya, mungkin. Aku lihat wajahnya masih cute dan segar semua. Roknya yang tidak terlalu rendah menampangkan tekstur kakinya yang putih berseri. Diantara cahaya angkot yang remang terlihat bulu-bulu halus menghiasi betis-betis remaja itu. Naluri lelakiku sempat dibuat benar-benar bangkit. Di dalam hati aku menghela nafas panjang-panjang. Berulang kali aku sudah coba untuk menenangkan diri berserta nafsuku, namun tetap saja, pada dasarnya aku tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini.
Aku perhatikan dua wanita di sudut ujung sedang saling berbisik. Pikiran ini langsung aneh-aneh. Seketika logikaku bergelut, mereka terlihat sedang membicarakan strategi untuk menyekapku lalu membuka satu persatu kancing bajuku dan pada akhirnya menjamahku.Begitupun dengan pandangan wanita lainnya. Pandangannya sama persis seperti pandangan wanita seksi di bahu jalan tadi. Diriku semakin bingung harus berbuat apa. Semua tulang-tulang yang ada dalam tubuh ini membatu dan membeku. Alat ucapku tak mampu bergeming, membisu, nyaris tak berbuara. Berbisikpun sudah tak bisa lagi. Ini adalah situasi yang dimana seorang lelaki akan kalah telak dihadapan wanita. Setangguh dan seperkasa seorang lelaki kalau dihadapkan pada jumlah wanita sebanyak ini pasti juga akan loyoh dan kalah. Bila hanya satu atau dua wanita mungkin aku bisa melawan dan mengimbangi, tetapi kalau jumlahnya seperti ini mau gak mau aku hanya bisa menikmati tanpa bisa berbuat banyak, namanya juga diperkosa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unsur Intrinsik dalam Ludruk

Perbedaan Lazim dan Wajib

Alih Wahana Dari Puisi “Bandara Internasional Abu Dhabi” Menjadi Cerpen “Sorot Mata Syaila”