Apakah Sopan Bila Memberi Emotikon Tawa Saat Diskusi?
Secara garis besar, bahasa
dibagi menjadi dua aspek. Aspek verbal dan nonverbal. Aspek verbal adalah
bahasa yang berupa bunyi A-Z, sementara aspek nonverbal adalah bunyi yang
berupa tanda baca, nada, atau gambar.
Dalam aspek noverballah emosi seseorang
bisa disampaikan bersamaan dengan bahasa saat komunikasi. Dua hal itu saling
berkaitan satu sama lain dan saling mengisi. Tidak mungkin orang tertawa saat
menjelaskan sesuatu yang sedih, ataupun sebaliknya. Jadi, dalam hal ini bahasa
verbal dan nonverbal menunjukkan pikiran dan perasaan seseorang.
Komunikasi noverbal
sering dikatakan sebagai perilaku nonverbal atau bahasa tubuh. Ini adalah cara
untuk menyampaikan informasi, seperti kata-kata. Namun, “kata-kata” tersebut
disampaikan melalui ekspresi wajah, gerakan tubuh, sentuhan, gerakan fisik, dan
sebagainya. Menurut Burgoon (Navarro, 2014: 4), sekitar 60-65 persen komunikasi
antarpribadi terdiri dari perilaku nonverbal dan saat bercinta, seratus persen
komunikasi di antara pasangan terdiri dari komunikasi noverbal. Jadi, bahasa
nonverbal dalam komunikasi sangat berperan penting dalam proses komunikasi itu
sendiri.
Seiring berkembangnya
teknologi, komunikasi manusia lebih sering menggunakan bentuk virtual dan teks
ketimbang percakapan langsung. Lalu, untuk menyatakan emosi saat berkomunikasi
dalam bentuk virtual dan teks tersebut, ada alat bantu yang dinamakan emotikon. Mayoritas orang lebih sering
menggunakan emotikon atau bahasa nonverbal saat melakukan komunikasi virtual
dan teks.
Jenis komunikasi
sangatlah beragam. Salah satu wadah untuk berkomunikasi adalah diskusi. Menurut
KBBI online, diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai
suatu masalah. Berdasarkan pengertian tersebut, diskusi sudah sewajarnya
dilakukan dalam sebuah pertemuan. Jadi, yang dimaksud pertemuan dalam hal ini
adalah sewajarnya bertatap muka secara langsung. Lalu, apa yang dilakukan dalam
pertemuan itu? Yaitu bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Bila sudah
demikian, keseriusan dibutuhkan saat menjalani diskusi. Sifatnya yang serius
inilah yang membuat orang akan lebih getol dalam menyampaikan gagasannya.
Selain harus bertatap
langsung, seiring perkembangan teknologi komunikasi, diskusi tidak harus
dijalankan melalui interaksi langsung, tetapi juga bisa dijalankan lewat
jaringan online. Jaringan online tersebut memungkinkan komunikasi tanpa harus
bertatap muka. Dengan menggunakan hal itu, manusia sudah bisa berkomunikasi
dengan sesamanya dari jarak yang jauh sekalipun. Salah satu wadah yang
memungkinkan untuk diskusi model semacam itu adalah media sosial (WA, BBM,
Instagram, Line, Facebook, Twiter, dll).
Lalu, bagaimana kita
bisa menyampaikan emosi (bahasa nonverbal) kita saat melakukan diskusi yang
tidak bertatap muka? Bukankah emosi itu penting dan perlu dilakukan saat
komunikasi? Seperti yang sudah dijelaskan di atas, emosi seseorang (bahasa
nonverbal) bisa digantikan atau diwakilkan oleh alat bantu emotikon (ekspresi
wajah). Jadi, kita bisa menyertakan ekpresi wajah kita berupa gambar virtual
saat ingin menunjukkan emosi kita saat berdiskusi.
Kata Churches yang
telah memelajari ilmu syaraf khususnya persepsi wajah selama beberapa tahun,
“Sebagian besar dari kita memberikan perhatian yagn lebih besar kepada wajah
daripada objek apapun lainnya. Dan dari sejumlah eksperimen diketahui orang
merespon ekspresi wajah secara berbeda dibandingkan dengan kategori objek
lainnya. Selain itu, menurutnya lagi, “Jika bentuk emotikon itu dibalik dengan (-:
, sejumlah bagian dari otan yang sudah lebih dulu bersiap merespon persepsi
wajah tampaknya tida bisa memproses gambar itu sebagai sebuah wajah. Itu
sebabnya, tanda (-: yang berarti senyum berganti dengan gambar yang bersimulasi
dengan wajah. Hal itu lebih direspon dengan baik oleh para pengguna media
sosial. Itu sebabnya penggunaan emotikon dalam komunikasi sangatlah penting.
Penggunaan emotikon yang kurang tepat akan membuat informasi yang disampaikan
menjadi rancu. Terlebih informasi itu terjadi dalam diskusi. Ketidaktepatan
harus dihindari seminimal mungkin agar komunikasi berjalan lancer dan damai.
Komunikasi yang lancar didasari dari menghargai lawan
bicara. Berbicara tanpa etika dan sopan santun hanya akan membuat suasana
hati lawan bicara menjadi buruk dan tidak akan merespon pembicaraan atau bahkan
merefleksikan suasana hatinya dalam kemarahan. Salah satu cara berbicara yang
baik dan sopan adalah jangan menggunakan nada bicara yang tinggi. Nada bicara
yang tinggi biasanya mencerminkan emosi kemarahan. Lalu, bagaimana kita bisa
memahami nada atau emosi yang terdapat dalam suatu teks saat komunikasi via
media social? Jawabannya adalah emotikon (bahasa nonverbal). Penggunaan
emotikon tertawa, nyengir, ataupun senyum saat diskusi sangat mengandung pesan
meremehkan, merendahkan suatu pemikiran orang lain. Hal itu harus dihindari.
Seperti yang dikatakan oleh Churces di atas, bahwa sebagian besar dari kita
memberikan perhatian yang lebih besar kepada wajah daripada objek apapun
lainnya. Wajah tersebut adalah emotikon.
Komentar
Posting Komentar